
pasecrets – Pemerintah resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang menghapus keterlibatan militer dalam pemberantasan narkoba. Perubahan ini memfokuskan kembali peran TNI pada pertahanan negara sambil mendorong Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai penanggung jawab utama perang melawan narkotika. Pakar keamanan menyambut langkah ini, tetapi menekankan perlunya peningkatan kapasitas kedua lembaga tersebut.
Latar Belakang Revisi
Revisi UU TNI Pasal 7 ayat 2 menghilangkan frasa “operasi militer selain perang” yang sebelumnya mencakup pemberantasan narkoba. DPR RI dan Kementerian Pertahanan mengusulkan perubahan ini agar TNI konsentrasi pada ancaman militer eksternal. “TNI harus fokus pada modernisasi alutsista dan strategi pertahanan, sementara penegakan hukum narkoba menjadi domain BNN dan Polri,” tegas Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid, dalam rapat paripurna.
Data BNN menunjukkan, selama 2023, jaringan narkoba menyelundupkan 1,2 ton sabu dan 950 ribu pil ekstasi ke Indonesia. Angka ini naik 25% dari 2022, menunjukkan kompleksitas perang yang membutuhkan penanganan khusus.
BNN dan Polri Siapkan Strategi Baru
Kepala BNN, Marthinus Hukom, menyatakan kesiapannya mengambil alih peran strategis. “Kami memperkuat tim intelijen lintas negara, meningkatkan kerja sama dengan Customs and Excise, serta melatih 2.000 personel baru dalam forensik digital,” ujarnya. BNN juga mengembangkan sistem big data untuk memetakan jaringan narkoba global berbasis blockchain.
Sementara itu, Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menginstruksikan jajarannya membentuk satgas gabungan di 34 provinsi. “Polri mengoptimalkan Unit Reskrim dan Narkoba dengan teknologi artisanal intelligence untuk lacak transaksi dark web,” jelasnya. Pada 2024, Polri menambah 1.500 unit drone pengawas di wilayah perbatasan.
Tantangan dan Kritik
Meski demikian, Koalisi Masyarakat Anti Narkoba (KMAN) mempertanyakan kesiapan infrastruktur. “BNN hanya memiliki 12 laboratorium forensik, padahal perlu 50 unit untuk mencakup seluruh provinsi. Polri juga kekurangan 40% ahli siber untuk investigasi online,” papar Direktur KMAN, Arif Budiman.
Mantan Wakil Kepala BNN, Dr. Andayono, menambahkan, “Tanpa dukungan anggaran tambahan, upaya ini bisa stagnan. APBN untuk BNN hanya Rp3,2 triliun, sementara kerugian negara akibat narkoba mencapai Rp100 triliun per tahun.”
Langkah Konkret Pasca-Revisi
- Integrasi Database: BNN dan Polri menggabungkan sistem pelacakan dengan Bea Cukai dan Imigrasi untuk pantau pergerakan tersangka.
- Pelibatan Masyarakat: Kampanye Citizen Reporter diluncurkan agar warga melaporkan aktivitas mencurigakan via aplikasi NarkobaWatch.
- Peningkatan Hukuman: Pemerintah mengajukan revisi UU Narkotika yang memberlakukan hukuman mati untuk bandar kelas kakap.
Respons TNI
Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, menegaskan dukungan tidak langsung. “Kami siapkan fasilitas pelatihan tempur urban untuk personel BNN dan Polri di pusat pendidikan militer,” ucapnya. TNI juga akan berbagi data intelijen maritim terkait penyelundupan melalui jalur laut.
Analisis Pakar
Guru Besar Hukum Universitas Indonesia, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, menilai revisi UU TNI sebagai kemajuan. “Ini momentum memperkuat kapasitas BNN dan Polri sebagai lembaga profesional. TNI tidak lagi terbebani tugas di luar konteks pertahanan,” katanya.
Di sisi lain, pengamat keamanan, Letjen (Purn) Syafrie Sjamsoedin, mengingatkan risiko: “Kelompok narkoba mungkin melihat celah selama masa transisi. Perlu percepatan alih pengetahuan dari TNI ke Polri dalam operasi lapangan.”
Proyeksi ke Depan
Revisi UU TNI memaksa BNN dan Polri berinovasi. Pada 2024, kedua lembaga ini akan menjalankan program joint task force dengan Interpol dan ASEAN Narcotics Coordination Center. Masyarakat berharap langkah tegas ini mengurangi 1,8 juta kasus adiksi narkoba yang tercatat per tahun.